Gout merupakan salah satu
bentuk artritis yang sering dikaitkan dengan sendi kemerahan, bengkak, panas,
dan kaku. Salah satu faktor risiko penyakit ini adalah tingginya kadar asam
urat dalam darah, lebih dikenal dengan hiperurisemia. Faktor risiko ini paling
sering menyebabkan terjadinya artritis infl amasi akut pada pria. Berdasarkan
penelitian Darmawan, dkk., ditemukan prevalensi gout di pulau Jawa sebesar 1,7% pada pria, dan prevalensi hiperurisemia
sebesar 24,3%.
Beberapa makanan dapat
menimbulkan hiperurisemia; tingginya konsumsi alcohol dan makanan kaya
kandungan purine, seperti daging merah dan seafood, diduga meningkatkan kadar serum asam urat. Selain makanan yang
dapat meningkatkan kadar asam urat dalam
darah, dikenal juga beberapa sumber makanan lain yang diketahui
dapat menurunkan kadar
asam urat dalam darah, seperti susu, kopi, vitamin C, dan buah cherry. Selain makanan yang di atas, ada juga minuman yang dapat
menurunkan kadar asam urat di dalam darah. Minuman tersebut terutama dalam
bentuk teh. Namun, tidak semua teh dapat menurunkan kadar asam urat di dalam
darah. Teh yang dapat menurunkan kadar asam urat di dalam darah adalah the
hijau (Camellia sinensis). Minuman ini adalah
minuman yang tidak asing lagi bagi masyarakat Asia, terutama Jepang.
Tanaman ini kaya akan
kandungan anti oksidan polifenol, terutama catechin. Catechins utama yang ada di dalam teh hijau adalah catechin(C), epicatechin, epigallocatechin,
epicatechin gallate, dan epigallocatechin gallate (EGCG).EGCG merupakan catechin utama yang ada di dalam
teh hijau. Daun teh hijau selain memiliki efek antioksidan juga memiliki efek
menghambat kerja beberapa enzim tubuh. Salah satunya adalah XO (xanthine oxidase) yang memiliki peranan penting dalam terjadinya penumpukan asam
urat di dalam tubuh manusia.Sebuah penelitian untuk membuktikankhasiat teh
hijau ini untuk mengatasi kadarasam urat dalam darah dilakukan oleh
Jatuwarapruk, dkk.
Penelitian menggunakan
desain acak dan terbuka pada orang sehat. Sukarelawan direkrut dari petugas
kesehatan di rumah sakit pendidikan Chiang Mai.Penelitian ini dilakukan selama
3 minggu. Pada penelitian ini, dinilai perubahan kadar asam urat dalam darah,
perubahan bersihan asam urat, kapasitas serum antioksidan, bersihan kreatinin,
dan kadar serum EGCG setelah pemberian ekstrak daun teh hijau (EDT).
Selain itu, juga diteliti
efek samping akibat konsumsi EDT, serta dosis optimal EDT tersebut. Peserta
terbagi menjadi 3 kelompok, satu kelompok terdiri dari 11 orang mendapat EDT 2
g/hari, kelompok lain (11orang) mendapat 4 g/hari, dan kelompok terakhir (8
orang) mendapat 6 g/hari. Didapatkan hasil bahwa setelah 2 minggu, kadar asam
urat (KAU) cenderung turun pada seluruh kelompok, tanpa perbedaan statistik
bermakna. Penurunan KAU paling besar ditemukan di kelompok yang mengkonsumsi EDT 2 g/hari (dari 4,81 }
0,81 mg/dL menjadi 4,64 } 0,92 mg/dL, 3,53%). Penurunan bersihan kadar asam
urat secara signifikan ditemukan pada kelompok EDT 2 g/hari (dari 11,37 } 6,41
mL/menit per 1,73 m menjadi 7,44 } 2,74 mL/menit per 1,73 m, 34,56%, P <
0,05) dan kelompok EDT 4 g/hari (dari 8,36 } 3,41 mL/menit per 1,73 m menjadi
5,78 } 2,33 mL/menit per 1,73 m, 30,86%, P < 0,05). Sedangkan kadar kapa
sitas antioksidan serum ditemukan me ningkat secara signifi kan pada kelompok EDT
6 g/hari (dari 32,77 } 3,39 mg/mL menjadi 35,41 } 3,17 mg/mL, 8,06%, P <
0,05). Tidak ditemu kan perubahan signifi kan dari bersihan kreatinin. Efek
samping yang paling sering adalah keluhan gastro intestinal, tetapi umumnya
ringan dan tidak memerlukan terapi medis.
Disimpulkan bahwa pemberian EDT dapat
menurunkan KAU dengan derajat penurunan sedang dan menurunkan bersihan asam
urat. Selain itu, EDT juga secara signifikan dapat meningkatkan kapasitas
antioksidan serum. Efek EDT pada KAU pasien sehat umumnya bersifat jangka
pendek.
Masih dibutuhkan penelitian lain yang melihat efek pemberian ekstrak ini pada
pasien hiperurisemia dan gout.
REFERENSI:
1. Gout [Internet]. [cited
2014 Nov 28]. Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/gout.html
2. Doherty M. New insights
into the epidemiology of gout. Rheumatol Oxf Engl. 2009; 48 (Suppl 2): 2-8.
3. Darmawan J, Valkenburg
HA, Muirden KD, Wigley RD. The epidemiology of gout and hyperuricemia in a
rural population of Java. J Rheumatol. 1992; 19(10): 1595-9.
4. Zhang Y, Neogi T, Chen
C, Chaisson C, Hunter DJ, Choi HK. Cherry consumption and decreased risk of
recurrent gout attacks. Arthritis Rheum. 2012; 64(12): 4004-11.
5. Graham HN. Green tea
composition, consumption, and polyphenol chemistry. Prev Med. 1992; 21(3):
334-50.
6. Fraga CG, Galleano M,
Verstraeten SV, Oteiza PI. Basic biochemical mechanisms behind the health
benefi ts of polyphenols. Mol Aspects Med. 2010; 31(6): 435-45.
7. Jatuworapruk K,
Srichairatanakool S, Ounjaijean S, Kasitanon N, Wangkaew S, Louthrenoo W. Eff
ects of green tea extract on serum uric acid and urate clearance in healthy
individuals. J
Clin Rheumatol Pract Rep
Rheum Musculoskelet Dis. 2014; 20(6): 310-3.
0 komentar:
Posting Komentar